KELUARGA PERMANA
Karya Ramadhan KH.
Oleh Jaya Paul
SINOPSIS NOVEL
Keluarga Permana yang sebelum-sebelumnya demikian damai dan tentram,
tiba-tiba berubah suasana, penuh dengan penderitaan, baik lahir maupun batin. Hal ini terjadi aatau sebagai awal penyebabnya
adalah yaitu semenjak Permana diberhentikan dari perusahaan tempat bekerja dengan alasan yang tak jelas. Permana yang tadinya
terkenal bijaksana, namun akibat pemecatan itu berubah menjadi seorang kepala keluarga yan kasar. Suka menyiksa anak dan istrinya dengan alasan yang terkadang dibuat-buat. Atau dengan kesalahan yang tak sewajarnya sampai mendapat hukuman yang berat, namun
oleh Permana pelakunya, baik anak maupun istrinya disiksa secara berkelebihan.
Selama Permana menjadi penganggur itu, istrinyalah yang bekerja keras
mencari nafkah. Namun walaupun sudah bekerja demikian keras, Saleha, istrinya tetap saja mengalami siksaan dari suaminya.
Hal ini sebenarnya disebabkan karena Permana meerasa dirinya tidak berarti sebagai seorang laki-laki, dia merasa malu, sehingga otak jernihnya menjadi buram, penuh
dengan prasangka yang dibuat-buat saja. Dalam benaknya suka terbayang bahwa istrinya sewaktu bekerja pasti disenangi oleh
kaum laki-laki di tempat istrinya bekerja. Dan akibatnya dia suka cemburu yang
tanpa bukti. Dia tuduh bahwa istrinya telah berbuat serong. Nah kalau Saleha mencoba menjelaskannya atau apalagi membantah kata-kata yang sedikit keras volumennya, Permana pasti langsung naik pitam. Akibatnya
Saleha disiksanya, ditendang dan dipukuli, ditempeleng, dan seterusnya. Kalau sudah
begitu, hati Saleha langsung hancur, usahanya yang demikian keras agarasap dapur dapat mengebul seakan-akan tidak punya
arti, dia merasa terhina. Namun semua itu tetap saja dikuat-kuatkan, dia tidak maun keluarganya pecah berkeping-keping.
Permana juga sering menyiksa
anaknya, Ida namanya. Terkadang tanpa alasan yang kuat, Ida sering mendapat tamparan, cubitan, serta sabetan rotan berulang-ulang.
Akibatnya Ida menjadi seorang gadis yang penakut dan pendiam. Siswa sebuah SMA
ini begitu ngeri dan sekaligus benci
figure ayah semacam Permana ayahnya itu.
Kelakuan Permana yang kasar itu agak sedikit mereda, setelah Soemarto,
lelaki muda, datang ke Bandung dan kos di rumah kluarga Permana. Dengan kosnya
Sumarto di salah satu kamar ruamhnya, Permana sedikit mearasa lega, sebab ada sedikit pemasukan uang bulanan kepada keluarganya.
Orang yang paling senang dengan kedatangan Sumarto itu sebenrnya adlah Ida, anak perawan itu. Bagi Ida yang selama ini tidak punya teman untuk membagi cerita duka nestapa akibat perlakuan ayahnya itu, sekarang telah mendapatkannya. Apalagi
Sumarto sendiri termasuk seorang pemuda yan ramah, sopan, serta cepat menyesuaika diri
dengan seluruh keluarga Perman. Rupanya keduanya karena sering bertemu dan berbincang-bincang masing-masing mulai muncul benih-benih
cinta dalam hati masing-masing.
Dan mereka pun menjalin hubungan kasih yang mesra. Malah sampai keduanya hilang control, keduanya melakukan suatu perbuatan yang melanggar larangan agama,
mereka berhubungan intim.
Pak Permana lama-kelamaan menangkap gelagat yan menyangkut hubungan Sumarto dengan anaknya Ida, dan akhirnya
Sumarto diusir secara halus. Dan Sumarto pun meninggalkan kekasih yang sangat dicintainya itu.
Belakangan, berdasarkan laporan dari Komariah, pembantunya itu, terbongkar
bahwa Ida sedang hamil, betapa kagetnya Permana dan istrinya. Untuk menutupi aib yang sedang menimpa rumah tangganya itu.
Permana dan istrinya sepakat untuk menggugurkan kandungan Ida. Secara diam-diam, pergilah Saleha ke seorang dukun. Dari dukun
itu, Saleha membawa ramuan obat yan harus diminum oleh Ida yang alang pantang. Akibatnya Ida
sampai dirawat dirumah sakit. Rahimnya oleh dokter terpaksa diangkat. Dan itu kemungkinan kecil Ida akan bia melahirkan keturunan lagi. Sungguh itu merpakana penglaman yan pahit yang pernah ditelan Ida seumur
hidupnya. Dia sungguh frustasi dan menderita meneriam kenyataan tersebut. Tapi mau bagaimana lagi, hal itu telah terjadi.
Sumarto sendiri, yang tahu bahwa Ida sedang hamil itu, terus dirundung rasa penyesalan dan
berdosa yang dalam pada Ida ataupun pada
Tuhan. Sumarto sering melaporkan lewat pengakuan dosanya pada Romo Murdianto. Dengan kesadaran penuh, akhirnya Suamrto bertekad
hendak mempertanggungjawabkan perbuatanya. Dia akan segera minta maaf kepad keluarga Permana sekaligus melamar Ida. Maka Sumarto
pun berangkat ke Bandung
dan membawa Ida kepasturnya. Ida yan frustasi itu dan sekaligus memang
merasa bahwa hanya itulah pilihannya, yaitu menikah dengan Sumarto, dan itu berarti dia harus berpindah agama mengikuti agama
yang diyakini calon suaminya, yaitu agama Kristen. Walaupun masih diliputi rasa kebimbangan yang dalam, akhirnya Ida dibaptis
juga oleh Romo Murdianto.
Dengan berat hati Saleha dan suaminya merelakan anaknya menikah dengan
Sumarto. Keduanyapun menikah dicatatan sipil. Pesta perkawinannya dialakukan dengan penuh kesadaran dan dihadiri oelh keluarga
kedua belah pihak. Suasana resepsi perkawinan mereka begitu kaku.
Habis acara resepsi yang sederhana itu, Ida bovong suaminya ke Jatiwangi,
kampong halaman suaminya. Di sana Ida mendapat musibah, sehingga
Ida terpaksa dirawat lagi di rumah sakit. Suatu malam, ketika dia tergopoh-gopoh
menuju kra air karena hendak mencuci wajahnya, Ida terpantuk meja dekat kran air tersebut. Ida terjelembab di lantai dengan
keadaan yang mengkwatirkan.
Suster mendengar ada sesuatu yan terjatuh, langsung menghampiri sumber
suara tersebut, dan betapa kaget dia melihat Ida yang tergeletak di lantai. Keadaan
Ida sangat mencemaskan Suster. Melihat gelagat itu, suster sempat membisikan ke
telinga Ida: “Allahu Akbar Lailahaillah” berapa kali yang dengan
sayup-sayup diikuti oleh Ida. Habis itu Ida tidak sadarkan diri. Tidak sadar
untuk selama-lamanya. Ida dimakamkan dalam kuburan katolik atas permintaan kelurga Sumarto, sebab Ida telah dibaktis atau
sudah pindah agama Kristen.
Kematian Ida begitu, telah menyebabkan Pak Permana menyesal yang tak
atang kepalang. Batinya hancur. Pikirannya kacau balau, dia tidak mau meninggalkan
kuburan anaknya. Dia berubah menjadi tidak waras alias gila.
Yogyakarta,
Oktober 2005