BEASISWA JERMAN
Di negara-negara Eropa daratan (excluding British),
biasanya tidak mengenal program bachelor (S1), karena bachelor adalah pola pendidikan Anglo-Saxon. Yang bisa dibilang dekat
dengan S1-nya adalah program-program politeknik. Nah, oleh karena itu lulusan S1 Indonesia harus diupgrade agar sama dengan
lulusan uni Eropa daratan, yakni Doktorandus (Drs), Diplom (Dipl) atau Licente (Lc). Gelar kesarjanaan ini sama dengan S2.
Seperti banyak kita ketahui, universitas-universitas
di Jerman sama sekali tidak memungut biaya. Tapi tentu saja kita harus memiliki sumber pendanaan untuk biaya hidup.
DAAD (www.daad.de) adalah lembaga Jerman yang menyediakan informasi pendidikan
dan juga informasi beasiswa di Jerman. Kantornya di Jakarta berlokasi di Gedung Sumitmas II, Jl.Jendral Sudirman, di depan
Depdikbud. Mereka memiliki program beasiswa setiap tahun. Skim beasiswa yang disediakan DAAD mencakup S2, S3, sandwich program,
riset 3-6 bulan, dan juga postdocotoral research. Tiket pesawat disediakan. Kalau dapat beasiswa dari DAAD, bisa modal dengkul.
Ada pula beasiswa dari industri seperti dari Siemens besarnya 1200 DM. Tidak
harus pegawai negeri.
Untuk belajar di Jerman tidak harus melalui DAAD. Kalau
untuk S3, setiap mahasiswa S3 pasti mendapatkan beasiswa. Jadi bisa saja setelah Anda lulus S2, Anda langsung mencari universitas
di Jerman yang kebetulan ada profesor yang bidangnya sama dengan bidang peminatan Anda, dan melamar. Tapi tentu Anda akan
butuh mencukupi sendiri biaya hidup 1 bulan dan tiket pesawat ke Jerman.
Untungnya, berbeda seperti di AS dan Kanada, biasanya
di Jerman, Belanda, Austria, Belgia dan Switzerland, tidak memiliki kewajiban jadi teaching assistant atau research assistant.
Kalaupun ada biasanya cuma 1 session tutorial per minggu. Tidak berat sama sekali. Kalaupun kita disuruh menulis paper, itu
juga biasanya untuk kepentingan kita juga. Gaji (atau katakanlah beasiswa) kita cukup sekali untuk hidup.
Jangan lupa kontak profesornya dahulu (sama dengan cara
yang di AS). Kirimkan pula statement of purpose dan research plannya. Kalau perlu diskusikan dahulu research plannya (biar
cocok dengan pembimbingnya) sebelum mendaftar ke universitasnya.
Isi research plan itu standar-standar saja: latar belakang
masalah, problem, metodologi penelitan, bagaimana kamu kira-kira akan memecahkan masalah tersebut, dll. Garis besarnya saja,
asal bisa memberikan gambaran apa yang akan Anda teliti.
Saya sarankan untuk mengambil kursus bahasa Jerman di
Goethe Institute, karena paling sedikit ada 3 negara yang menyediakan beasiswa, menggunakan bahasa Jerman, yakni Jerman, Switzerland
dan Austria. Peluang beasiswa menjadi meningkat. Sudah begitu, kalau sudah bisa Jerman, belajar bahasa Belanda jadi gampang
sekali.
Sebenarnya kalau Anda menempuh S3, dalam realitanya
tidak harus menggunakan bahasa Jerman saat berdiskusi dengan peer atau profesor. Hal ini karena tidak banyak orang yang mau
mengikuti program S3, dan biasanya universitas itu yang 'membutuhkan' mahasiswa S3. Cuma, untuk meningkatkan probabilitas
mendapatkan beasiswa, kenapa tidak belajar bahasa Jerman?